Senin, November 30, 2009

Gedung tinggi di Jakarta tahan gempa

JAKARTA-Gedung-gedung tinggi di Jakarta relatif lebih tahan gempa dibandingkan dengan gedung di kota-kota lain di Indonesia. Hal ini disebabkan standar pembangunan gedung yang diterapkan oleh pemerintah provinsi DKI Jakarta sangat ketat dalam hal keamanan konstruksi bangunan bertingkat tinggi.

Direktur Utama PT Adhi Realty Giri Sudaryono menjelaskan, standar pembangunan gedung di Jakarta sangat tinggi dan pelaksanaannya diawasi secara ketat oleh sejumlah ahli konstruksi dari berbagai institusi yang tergabung dalam Tim Penasihat Konstruksi Bangunan (TPKB). Bangunan tinggi yang tidak sesuai dengan standar yang ditetapkan TPKB dipastikan tidak akan memperoleh Izin Mendirikan Bangunan (IMB) meski sudah dibangun.

“Saya yakin gedung-gedung tinggi seperti perkantoran dan apartemen di Jakarta lebih tahan gempa. Ini karena standar bangunan dan konstruksinya sangat ketat. Peraturan bangunan gedung di Jakarta bahkan diadopsi daerah-daerah lain yang membangun gedung bertingkat,” ujar Giri Sudaryono di Jakarta, belum lama ini.

Menurut Giri Sudaryono, ada pemahaman yang keliru dari masyarakat yang menilai gedung tinggi lebih rawan gempa dibanding rumah tapak atau bangunan bertingkat rendah. Padahal, kondisi yang ada justru sebaliknya, bangunan tinggi lebih tahan gempa karena komposisi struktur bangunannya lebih kuat dan desainnya juga dirancang cermat oleh para ahli bangunan.

“Bangunan tinggi biasanya lapisan besi bajanya dua lapis. Bahkan di gedung Adhi Graha sampai tiga lapis. Saya jamin gedung ini tahan gempa hingga skala tinggi,” ujar Giri.

Vice President Director & COO Jakarta PT Intiland Development Tbk Suhendro Prabowo juga menjamin bahwa bangunan tinggi di Jakarta lebih tahan gempa dibanding bangunan rendah atau rumah tapak.

“Selama ini tidak ada gedung tinggi yang hancur akibat gempa di Indonesia karena standar bangunannya sangat tinggi. Kerusakan yang terjadi biasanya menimpa rumah tapak atau rumah toko (ruko) yang dibangun tanpa memakai konstruksi yang kuat, sehingga runtuh dan menimpa orang di dalamnya,” kata Suhendro.

Suhendro menyayangkan aturan standardisasi konstruksi bangunan belum mencapai bangunan bertingkat rendah seperti ruko atau rumah tapak bertingkat, sehingga kekuatannya belum terjamin.” Berdasarkan gempa di beberapa daerah, ruko, dan hotel bertingkat rendah yang paling parah kerusakannya. Ini karena aturan standar bangunan tahan gempa baru berlaku pada bangunan bertingkat tinggi,” kata Suhendro.

Berdasarkan data pemerintah provinsi DKI Jakarta, TPKB beranggotakan para ahli yang mewakili institusi perguruan tinggi, asosiasi profesi dan instansi pemerintah daerah yang terkait dengan bidang konstruksi bangunan.

TPKB mempunyai tugas memberikan pertimbangan teknis kepada Gubernur, terhadap perencanaan struktur bangunan tinggi (8 lantai atau lebih atau bangunan dengan basement lebih dari satu lapis).

Namun, menurut Suhendro, masih ada celah pengawasan terhadap bangunan yang tingginya tidak sampai delapan lantai. Padahal, kenyataannya lebih banyak bangunan dengan ketinggian tersebut yang berpotensi rusak akibat gempa. (myu)

Sumber : Investor Daily, Kamis 22 Oktober 2009, Hal.25

Tidak ada komentar: